Rabu, 18 Juni 2014

Askep Meningokel pada Anak



BAB I
PENDAHULUAN


A.       Latar Belakang
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre-antenatal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin. Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui. Salah satu kelainan congenital yang sering terjadi adalah meningokel.



Angka kejadiannya adalah 3 di antara 1000 kelahiran. Terjadi karena adanya defek pada penutupan spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal korda spinalis atau penutupnya. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf).

B.       Tujuan Penulisan
1.         Tujuan Umum
a.         Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
b.        Agar mahasiswa mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Maningokel dan dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang sesuai.
2.         Tujuan Khusus
Agar para pembaca mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Maningokel dan bisa memberikan Asuhan Keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan yang telah ditentukan.






BAB II
KONSEP DASAR MEDIS

A.       Pengertian
Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida dan terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang sangat tipis. Pada kasus tertentu kelainan ini dapat dikoreksi dengan pembedahan. Pembedahan terdiri dari insisi meningokel dan penutupan dura meter. Kemudian kulit diatas cacat ditutup. Hidrosefalus kemungkinan merupakan komplikasi yang memerlukan drainase. (Prinsip Keperawatan Pediatric, Rosa M. sachrin. Hal-283).
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FKUI. Hal-1136).
Spina bifida dimanifestasikan pada hampir semua kasus disrafisme spinal yang merupakan terminologi untuk kelompok kelainan spinal yang umumnya menunjukkan ketidaksempurnaan menutupnya jaringan mesenkim, tulang dan saraf di garis tengah. . (Buku Ajar Neurologi Anak. Hal-144)
Pembagian disrafisme spinal antara lain:
1.         Spina bifida okulta Defek terdapat pada arkus vertebrata tanpa herniasi jaringan.
2.         Meningokel spinalis Defek pada durameter dan arkus spinalis. Herniasi jaringan saraf spinalis atau sebagian medulla spinalis.
3.         Meningomielokel Kantung herniasi terdiri dari leptomeningen, cairan, jaringan saraf berupa serabut spinalis atau sebagian medulla spinalis.

4.         Mielomeningosistokel Kantung terdiri dari leptomeningen, cairan cerebrospinal, serabut saraf yang membenntuk kista berisi cairan yang berhubungan dengan kanalis sentralis.
5.         Rakiskisis spinal lengkap Tulang belakang terbuka seluruhnya

B.       Etiologi
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468).
Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam penyebab yang berat menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. hal-885).

C.       Patofisiologi
Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan kolumna spinalis: spina bifida okulta dan spina bifida sistika. Spina bifida okulta adalah defek penutupan dengan meninges tidak terpajan di permukaan kulit. Defek vertebralnya kecil, umumnya pada daerah lumbosakral.
Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang menyebabkan penonjolan medula spinalis dan pembungkusnya. Meningokel adalah penonjolan yang terdiri dari meningens dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS): penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan neurologi, dan medulla spinalis tidak terkena. Hidrosefalus terdapat pada 20% kasus spina bifida sistika. Meningokel umumnya terdapat pada lumbosakral atau sacral.
Mielomeningokel adalah penonjolan meninges dan sebagian medulla spinalis, selain kantong berisi CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral terdapat pada 42% kasus; torakolumna pada 27 kasus, sacral 21% kasus; dan torakal atau servikal pada 10% kasus. Bayi dengan mielomeningokel mudah terkena cedera selama proses kelahiran. Hidrosefalus terdapat pada hampir semua anak yang menderita spina bifida (85% sampai 90%);kira-kira 60% sampai 70% tersebut memiliki IQ normal. Anak dengan mielomeningokel dan hidrosefalus menderita malformasi system saraf pusat lain, dengan deformitas Arnold-Chiari yang paling umum.
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468).
Banyak ahli percaya bahwa defek primer pada NTD (neural tube defect) merupakan kegagalan penutupan tuba neural selama perkembangan awal embrio. Akan tetapi, ada bukti bahwa defek ini merupakan akibat dari pemisahan tuba neural yang sudah menutup karena peningkatan abnormal tekanan cairan serebrospinal selama trimester pertama. Derajat disfungsi neurologik secara lansung berhubungan dengan level anatomis defek tersebut dan saraf-saraf yang terlibat. Kebanyakan mielomeningokel melibatkan area lumbal atau lumbosakral, dan hidrosefalus merupakan anomali yang sering menyertainya (90% sampai 95%). (buku ajar keperawatan pediatrik, Donna L. Wong. Hal-1425)
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang.
Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. hal-885).
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah. Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan.
Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadangkadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.

D.      Gejala Klinis
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis atau akar saraf yang terkena.
        Gejala pada umumnya berupa penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinesia uri maupun inkontinensia tinja. Korda spinalis yang tekena rentan terhadap infeksi (meningitis).

E.       Deteksi Prenatal
Terdapat kemungkinan untuk menentukan adanya beberapa NTD terbuka selama masa prenatal. Pemindaian ultrasuara pada uterus dan peningkatan konsentrasi alfafetoprotein (AFP), suatu gamma, globulin yang spesifik pada fetus, dalam cairan amnion mengindikasikan adanya arensefali atau Mielomeningokel. Waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan diagnostic ini adalah pada usia gestasi 16 dan 18 minggu, sebelum konsentrasi AFP yang normalnya menurun, dan pada saat yang tepat untuk melakukan aborsi terapeutik. Pengambilan sampel virus koronik (chorionic villus sampling, CVS) juga merupakan pemeriksaan untuk diagnostik NTD pada masa prenatal.
Prosedur diagnostic di atas direkomendasikan untuk semua ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil. Selain itu, rencana kelahiran dengan sesar dapat menurunkan disfungsi motorik. (buku ajar keperawatan pediatrik, Donna L. Wong. Hal-1425)

F.        Pemeriksaan Diagnostik dan Berbagai Penelitian.
1.         Untuk memastikan diagnosa, apa yang ada didalam kantong maka perlu dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI. Apakah hanya cairan atau ada otak yang ada didalamnya. Jika hanya cairan dan meningochelenya tidak besar operasi bisa di tunda sampai umur 2-3 tahun. Tapi jangan sampai umur anak bermain karena itu akan menjadi bahan ejekan temannya. Tapi jika terdapat jaringan otak di dalam kantong tersebut maka perlu dilakukan rekonstruksi secepatnya. Agar otak tersebut bisa berkembang sesuai dengan tempat dan perannya.
2.         Penelitian yang dilaksanakan untuk mengungkap korelasi defisiensi asam folat dengan kadar TGF, βl dan TGF 1 dalam serum maupun dalam tulang, serta korelasi kadar kedua faktor pertumbuhan tersebut dalam tulang kepala pasien meningokel dengan lebar defek. Bila kedua hal tadi telah terungkap, maka proses teratogenesis meningokel menjadi lebih jelas. Penelitian ini menggunakan dua macam cara, sesuai dengan hipotesis yang hendak diuji, yaitu metode eksperimental laboratoris dengan hewan coba tikus dan metode observasional klinis pada pasien meningokel.
Derajat defisiensi asam folat dikelompokkan dalam kategori berat dan ringan sesuai dengan rangsum yang diberikan, yaitu rangsum sangat rendah folat dan rangsum rendah folat, sedangkan untuk kontrol adalah rangsum cukup folat. Komposisi rangsum dibuat sesuai dengan standar kandungan dan takaran purified diet yang selama ini telah digunakan, meliputi : glukosa, selulosa, casein non vitamin, sunflower oil, choline, mineral, vitamin tanpa folat dan trace element asam folat dengan tiga takaran yang berbeda untuk setiap kelompok hewan coba, diberikan lewat sonde oral. Enam belas minggu setelah pemberian diet, darah hewan coba diambil untuk pemeriksaan kadar asam folat, TGF β1 dan IGF I, Hewan kemudian dikawinkan, selelah janin lahir diambil tulang kepalanya untuk pemeriksaan kadar TGF 01 dan IGF 1. Pada pasien meningokel sewaktu operasi eksisi dengan metode standar, jaringan tulang tepi defek diambil sedikit untuk pemeriksaan TGF R1 dan IGF I, dan lebar defek diukur dengan antropometer Martin.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan terdapat korelasi kadar asam folat yang cukup kuat dengan kadar TGF β1 dan IGF I, serta jumlah sel apoptosis dan nekrosis; demikian juga dengan proses terbentuknya defek tulang pada pasien meningokel.
Hasi1 penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan tentang konsep baru terbentuknya defek tulang kepala pada meningokel yang dikaitkan dengan defisiensi asam fofat. Penelitian ini juga bermanfaat untuk memperluas aspek pencegahan bagi kasus meningokel dan kelainan neural tube defect pada umumnya, serta aspek pengobatan terhadap kasus defek tulang kepala, bahkan sejak pasien masih berada di dalam kandungan.
Langkah selanjutnya, sebelum hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup. Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi ada-tidaknya infeksi.


G.      Penatalaksanaan Medis dan Bedah
Tujuan dari pengobatan awal meningokel adalah mengurangi kerusakan saraf, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini.
Pembedahan dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan kulit diperlakukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai system tubuh.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati dn mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan lainnyadiberikan antibiotic. Untuk membantu memperlancar aliran kemih bias dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskulo skeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Keleinan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang-kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus.
Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis.



BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A.       Pengkajian
1.         Anamnesa :
a.    Identitas bayi.
b.    Identitas ibu
2.         Riwayat kehamilan ibu.
Kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat pada usia 16-18 minggu 4. Riwayat kelahiran. Seksio sesarae terencana atau normal.
3.         Riwayat Keluarga.
Anak sebelumnya menderita spina bifida.
4.         Riwayat atau adanya faktor resiko
Jenis kelamin laki-laki



B.       Pathway

C.       Diagnosa Keperawatan
1.         Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif.
2.         Resiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
3.         Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal
4.         Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial .
5.         Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas sekunder akibat reposisi tidak efektif
6.         Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.

D.      Intervensi Keperawatan
1.         Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif.
Tujuan             :Pasien mengalami penurunan risiko terhadap infeksi system saraf pusat.
Kriteria Hasil    :Hasil yang di harapkan kantong meningeal tetap  bersih, utuh, dan tidak menunjukkan buktibukti infeksi
Intervensi / rasional
a.    Posisikan bayi untuk mencegah kontaminasi urin dan feses.
b.    Bersihkan mielomeningokel dengan cermat menggunakan salin normal steril bila bagian ini menjadi kotor atau terkontaminasi.
c.    Berikan balutan steril dan lembab dengan larutan steril sesuai instruksi (salin normal, antibiotik) untuk mencegah pengeringan kantong.
d.    Berikan antibiotik sesuai resep Pantau dengan cermat tanda-tanda infeksi (peningkatan suhu, peka rangsang, latergi, kaku kuduk) untuk mencegah keterlambatan pengobatan dalam pengobatan.
e.    Berikan perawatan serupa untuk sisi operatif pada paskaoperasi.
2.         Resiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
Tujuan             :Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal.
Kriteria Hasil    :Kantong meningeal tetap utuh Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervensi keperawatan/ Rasional
a.    Rawat bayi dengan cermat untuk mencegah kerusakan pada kantong meningeal atau sisi pembedahan.
b.    Gunakan alat pelindung di sekitar kantong missal; selimut plastic bedah, potong sesuai ukuran dan sesuai ukuran dan tempelkan dibawah kantong di samping sacrum dan selimuti dengan longgar untuk memberikan lapisan pelindung.
c.    Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (misal; member makan, merapikan tempat tidur, aktifitas kenyamanan) untuk mencegah trauma
3.         Risiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal
Tujuan             :Pasien tidak mengalami tekanan intracranial.
Kriteria Hasil    :Tekanan intracranial dan hidosefalus terdeteksi dini, dan intervensi yang tepat diimplementasikan.
Intervensi keperawatan/rasional
a.    Ukur lingkaran oksifitoprontal setiap hari untuk mendeteksi peningkatan tekanan intracranial dan terjadinya hidrosefalus.
b.    Observasi adanya tanda-tanda peningkatan intracranial, yang menunjukkan terjadinya hidrosefalus., Peka rangsang, Latergi Bayi, Menangis bila diangakat atau digendong: diam bila tetap berbaring, Peningkatan lingkar oksipitofrontal, Peregangan sutura, Perubahan tingkat kesadaran Anak, Sakit kepala (khusus di pagi hari), Apatis Konfusi.
4.         Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial
Tujuan             :Pasien tidak mengalami deformitas ekstremitas bawah dan panggul atau resiko pasien terhadap hal tersebut minimal.
Kriteria Hasil    :Ekstremitas mempertahankan fleksibelitasnya Panggul dan ekstremitas bawah dipertahankan pada artikulasi dan kesejajaran yang benar.
Intervensi keperawatan/rasional
a.    Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk mencegah kontraktur; jangan memaksakan suatu titik tahanan untuk mencegah trauma.
b.    Lakukan peregangan otot bila diindikasikan untuk mencegah kontraktur.
c.    Pertahankan panggul pada abduksi ringan sampai sedang untuk mencegah dislokasi, jaga agar kaki tetap berada pada posisi netral untuk mencegah kontraktur.
d.    Gunakan gulungan popok, bantalan, bantal pasir kecil, atau alat yang dirancang khusus untuk mempertahankan posisi yang diinginkan
5.         Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas sekunder akibat reposisi tidak efektif.
Tujuan             : Individu menunjukkan integritas kulit bebas dekubitus
Kriteria Hasil : kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi
Intervensi keperawatan/rasional
a.    Ubah posisi individu untuk berbalik atau mengangkat berat badannya setiap 30 menit sampai 2 jam untuk penurunan takanan pada kulit.
b.    Instruksikan keluarga tentang teknik spesifik yang digunakan dirumah untuk mencegah dekubitus.
6.         Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
Tujuan             : Membantu terpenuhinya kebutuhan nutrisi.
Krtiteria Hasil   :Dapat mempertahankan berat badan dalam batas normal normal.
Intervensi keperawatan/rasional.
a.    Beri dosis sedikit tetapi sering.
b.    Pasang infuse.
c.    Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah intake makanan bayi.




BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat.
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi.

B.       Saran
Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil.





DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marillyn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 3. Jakarta: EGC.
Sacharin, Rosa M. 1986. Prinsip Kepeawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman klinis keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC.
http://medicastore.com/penyakit/915/Spina_Bifida_Sumbin
Rizqi Hajar Dewi. 2010. Asuhan Keperawatan Anak Spina Bifida Dengan Meningokel.
http://www.scribd.com/doc/30381861/Asuhan-Keperawatan-Spina-Bifida-Dengan-Meningokel?secret_password=&autodown=docx.01 Mei 2010.